Djohan Ali terlihat sibuk mengarahkan di masjid arrahman, gampong pante riek, Kecamatan Lueng Bata, kota Banda Aceh. “Silakan, silakan, duduk aja di mana ada yang kosong,” kata tuha peut alias tetua gampong Panti Riek itu dengan senyum ramah.
Warga dari berbagai desa dan instansi itu kemudian duduk melingkari idang-idang (bungkusan nasi kulah dan lauk) yang sudah ditata panitia. Selanjutnya mereka menyantap hidangan tersebut dengan tertib, tak saling berebut. Tua muda, kaya miskin berbaur penuh persaudaraan.
Beginilah suasana maulid di masjid komplek buddha tzu chi itu, senin 26 januari 2015. Tradisi merayakan kelahiran nabi muhammad ini, dilakoni warga secara turun-temurun tiap rabiul awal tahun hijriah, sebagai bentuk kecintaan kepada rasul.
Hari itu kaum pria desa hampir semua berkumpul di masjid. Djohan dan tokoh pimpinan gampong lainnya, bahu-membahu membantu panitia menyukseskan ritual tahunan ini.
Sedari pagi mereka menyiapkan berbagai kebutuhan untuk tamu yang diundang. Tempat cuci tangan dan air minum sudah tersedia. Kuah beulongong, kuliner khas aceh rayuek (aceh besar) berupa daging dan bumbu rempah-rempah yang dimasak dalam kuali besar, ikut disiapkan.“ada sembilan kampung tetangga yang kita undang,” ujar djohan.
Maulid di sini berlangsung meriah. Jelang hari h, kaum laki-laki bergotong royong membersihkan masjid dan pekarangannya. Panitia juga menggelar cerdas cermat untuk anak-anak.
Di rumah-rumah, kaum perempuan suka rela menyiapkan berbagai menu dan lauk dari daging, ikan dan telur yang dimasak dengan bumbu rempah-rempah khas dan menggungah selera. Juga bu kulah atau nasi dibungkus mengerucut layaknya piramida dengan daun pisang yang sudah dipanaskan di atas api sehingga aromanya terjaga.
Aneka menu dan bu kulah itu kemudian dikemas jadi idang; ditata rapi dalam tabak (baki) atau keranjang rotan, selanjutnya ditutup dengan sange dan dibungkus dengan kain penuh motif, sehingga terlihat unik.
Idang itu selanjutnya di bawa ke masjid. Jelang siang puluhan idang sudah terkumpul di sana. Suasana makin semarak dengan penampilan zikir barzanji dan shalawat, sebagai identitas maulid di aceh.
Selepas zuhur, undangan dari berbagai desa dan instansi berbondong-bondong datang ke masjid ini, untuk menyantap khanduri atau sajian. Diantaranya terlihat kepala dinas kebudayaan dan pariwisata kota banda aceh, fadhil, s.sos, kabid promosi dan pemasaran disbudpar banda aceh, hasnanda putra dan staf lainnya.
Warga desa yang punya hajatan berbagi peran melayani, ada yang bertugas mengarahkan undangan. Sebagian lagi sibuk menyiapkan air cuci tangan, air minum dan kebutuhan lain untuk memuliakan tamu. Para undangan duduk melingkar menyantap isi idang. Isi hidangan harus dihabiskan, agar tak mubazir. Jika ada yang tersisa diperbolehkan membawa pulang. Panitia menyediakan kantong kresek. Sehabis undangan pulang, pemuda kampung selanjutnya membersihkan lagi masjid dari sisa-sisa makanan dan minuman yang berceceran di lantai.
Acara tak berhenti di sini. Pada malam hari, rangkaian maulid diisi dengan dakwah disampaikan oleh teungku wahed dari tualang cut. Warga dari berbagai tempat kembali berdatangan memenuhi area masjid, mendengar ceramah agama. Memberi berkah bagi pedagang kecil mengais rezeki di lokasi acara.
Maulid merupakan tradisi sakral di aceh. Tiap tahun sepanjang rabiul awal, hampir semua kampung di serambi mekkah merayakan maulid. Agar tak berbenturan dengan kampung tetangga, warga menggelar musyawarah adat menentukan hari dan tanggal mainnya, berikut teknis acaranya. Warga sendiri ikut menyiapkan berbagai keperluan, mulai dari beras, bumbu masakan, hingga itik dan ayam.
Dalam tradisi aceh maulid biasanya dirayakan dengan kenduri, zikir barzanji dan menyantuni anak yatim di tiap-tiap meunasah atau masjid. Pada malam hari digelar dakwah sebagai bagian dari syiar islam.
Tiap daerah memiliki keunikan tersendiri dalam merayakan maulid. Di pidie dan pidie jaya misalnya, menu maulid rasanya belum lengkap kalau tak ada sie puteh, masakan daging berkuah kental yang dimasak dengan bumbu rempah-rempah. Sebagian meunasah atau masjid, warga juga menyiapkan kari kambing.
Di aceh utara dalam idang selalu disisipkan pulot dan pisang sebagai pencuci mulud. Sementara di aceh besar dan banda aceh, kuah beulangong jadi andalan sebagai menu tambahan diantara kuliner lain yang disajikan. Di dalam idang biasanya juga disertai buah-buahan.
Kepala disbupdar banda aceh, fadhil menyatakan, maulid di aceh merupakan bentuk ekspresi keikhlasan dan kecintaan terhadap nabi muhammad. Itu terlihat dari makanan-makanan lezat dan berkualitas yang disiapkan warga secara ikhlas tanpa paksaan. “ada gak dia bilang waktu bawa, ini untuk kepala dinas, ini untuk pak camat, ini untuk raja? Ngak kan. Yang penting jangan ada yang tinggal. Ikhlas tanpa rekayasa,” ujarnya.
Maulid, menurutnya, bagian dari pertunjukan tradisi orang aceh sebagai masyarakat berperadapan tinggi dan menjunjung filosofi persaudaraan “peumulia jamee adat geutanyoe (memuliakan tamu adat kita).”
Ketua majelis adat aceh, badruzzaman ismail mengatakan, maulid dalam tradisi aceh bukanlah sekadar makan-makan. Ada wujud syukur kepada allah atas rezeki yang sudah dilimpahkan dengan cara saling berbagi, kemudian bentuk kecintaan kepada nabi muhammad serta memperkuat ukhuwah islamiyah atau silaturrahmi. “tamu-tamu dari kampung lain datang saling berinteraksi saat maulid, saudara-saudara yang jauh datang waktu maulid. Silaturrahmi semakin kuat,” ujarnya.
Selain itu, lanjut badruzzaman, tradisi maulid juga meningkatkan perekonomian rakyat, dimana transaksi jual beli kebutuhan pokok dan bumbu pada bulan maulid naik. “buah, daging, bawang segala macam laku keras,” sebutnya.
Esensi utama dari memperingati maulid, kata dia, agar umat mengenang dan meneladani nabi muhammad, serta meningkatkan ketaqwaannya kepada allah. [Salman Mardira]
Sumber : Disbudpar Kota Banda Aceh