Skip to content

KEAJAIBAN TSUNAMI DI HAMPARAN SAWAH

Tsunami menyisakan berbagai keajaiban yang patut dikenang sebagai kekuasan Tuhan. Salah satunya kubah Masjid Lamteungoh yang terdampar di tengah persawahan Gurah, Kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Bangunan berbobot sekira 20 ton ini terseret gelombang sejauh 2,5 kilometer dari tempat semula.

Menatap kubah ini, pikiran Darmawan (43 tahun), seketika terkenang peristiwa 10 tahun silam; tsunami yang menggulung Gurah dan kawasan pesisir Aceh. Ibu, ayah dan 27 anggota keluarganya hilang dalam bencana 26 Desember 2004. “Tidak satu pun jenazahnya yang saya temukan.”

Tak mau terus bermurung duka, Darmawan bangkit menata hidupnya kembali, mengambil hikmah dengan cara mengais rezeki dari pengunjung yang datang menyaksikan saksi bisu keajaiban tsunami di Gurah. Ia mendirikan kios jajanan makanan, minuman ringan dan beberapa souvenir khas Aceh di lokasi kubah. “Cukuplah untuk makan,” ujarnya medio Desember 2014.

Darmawan adalah mantan pengurus kubah ini. Awalnya, kata dia, kubah ini tertancap di atas Masjid Lamteungoh, desa tetangga Gurah. Tsunami datang, masjid itu pun hancur diterjang. Kubahnya diseret gelombang sejauh 2,5 km ke kaki perbukitan Gurah. “Ketika air surut, kubah ini ditarik lagi hingga tertahan di sini,” ceritanya.

Saat kubah dibawa arus, lanjut Darmawan, ada tiga orang dari Lamteungoh bergantungan di sini. Seorang diantaranya perempuan. “Mereka selamat sampai sekarang.”

Ketika baru-baru tsunami, hamparan sawah sekeliling kubah penuh sampah dan pohon yang roboh disapu ombak. Mayat-mayat juga berserekan di situ. Warga sekitar kemudian bergotong royong membersihkan dan merawatnya. Lembaran-lembaran Al quran yang berserak, dipungut dijadikan koleksi dalam sebuah lemari kaca di komplek kubah.

Mereka juga membangun jalan darurat dari kayu-kayu bekas tsunami, agar pengunjung tak repot melintasi pematang sawah untuk ke sini. Beberapa tahun kemudian, jalan kayu ini ditimbun dan kini sedang menanti diaspal.

Menurutnya kubah ini sengaja dirawat warga sebagai peninggalan sejarah bagi generasi mendatang, agar kelak mereka tahu bahwa kawasan ini pernah dilanda tsunami. “Ketika kita meninggal nanti tidak ada yang bisa mengingatkan mereka. Hanya peninggalan beginilah yang bisa mengingatkan mereka.”

10 tahun berlalu, lokasi kubah ini makin cantik. Begitu masuk ke sana kita akan dihadapkan dengan sebuah gapura bertulis ‘Monumen Kubah Masjid Al Tsunami’. Komplek yang sudah dikeliling pagar ini, juga dilengkapi sebuah balai yang dindingnya dipenuhi gambar-gambar kedahsyatan tsunami, termasuk foto kubah ini ketika baru-baru tsunami.

Pengunjung silih berganti datang, bukan hanya dari dalam negeri, tapi juga mancanegara. “Paling banyak dari Malaysia. Dalam dua hari ini saja bisa dibilang sudah ratusan. Mereka datangnya berombongan,” kata Darmawan. [Salman Mardira]

 

Sumber : Disbudpar Banda Aceh