Syekh Abdurrauf Singkil (Singkil, Aceh 1024 H/1615 M – Kuala Aceh, Aceh 1105 H/1693 M) ialah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Beliau memiliki pengaruh yang besar bagi agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Sebutan gelarnya yang juga terkenal ialah Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala). Nama universitas Syiah Kuala diambil dari nama beliau, didedikasikan atas jasa dan perjuangan beliau dalam menyebarkan agama islam di seluruh Indonesia khususnya Aceh. Dasar pembentukan Unsyiah dimulai pada tahun 1957, saat pembentukan kembali Provinsi Aceh. Semenjak itu pemimpin pemerintahan di Aceh, antara lain Gubernur Ali Hasjmy, Penguasa Perang Daerah Letnan Kolonel H. Syamaun Gaharu dan Mayor Teungku Hamzah Bendahara, serta didukung para penguasa, cendikiawan, ulama, politisi, dan pemuka-pemuka masyarakat lainnya meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan pendidikan daerah Aceh dalam upaya mengatasi keterbelakangan di berbagai bidang.
Masa muda Syekh Abdurrauf Singkil
Nama lengkapnya ialah Aminuddin Abdul Rauf bin Ali Al-Jawi Tsumal Fansuri As-Singkili. Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang dan menetap di Singkil, Aceh, pada akhir abad ke-13. Pada masa mudanya, ia mula-mula belajar pada ayahnya sendiri. Ia kemudian juga belajar pada ulama-ulama di Fansur dan Banda Aceh. Selanjutnya, ia pergi menunaikan ibadah haji, dan dalam proses pelawatannya ia belajar pada berbagai ulama di Timur Tengah untuk mendalami agama Islam.
Tarekat Syattariyah
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, syaikh untuk Tarekat Syattariyah Ahmad al-Qusyasyi adalah salah satu gurunya. Nama Abdurrauf muncul dalam silsilah tarekat dan ia menjadi orang pertama yang memperkenalkan Syattariyah di Indonesia. Namanya juga dihubungkan dengan terjemahan dan tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu atas karya Al-Baidhawi berjudul Anwar at-Tanzil Wa Asrar at-Ta’wil, yang pertama kali diterbitkan di Istanbul tahun 1884.
Pengajaran dan karya
Ia diperkirakan kembali ke Aceh sekitar tahun 1083 H/1662 M dan mengajarkan serta mengembangkan tarekat Syattariah yang diperolehnya. Murid yang berguru kepadanya banyak dan berasal dari Aceh serta wilayah Nusantara lainnya. Beberapa yang menjadi ulama terkenal ialah Syekh Burhanuddin Ulakan (dari Pariaman, Sumatera Barat) dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan (dari Tasikmalaya, Jawa Barat).
Berikut ini merupakan karya-karya Abdurrauf Singkil yang sempat dipublikasikan melalui murid-muridnya. Di antaranya adalah:
- Mir’at al-Thullab fî Tasyil Mawa’iz al-Badî’rifat al-Ahkâm al-Syar’iyyah li Malik al-Wahhab, karya di bidang fiqh atau hukum Islam, yang ditulis atas permintaan Sultanah Safiyatuddin.
- Tarjuman al-Mustafid, merupakan naskah pertama Tafsir Al Qur’an yang lengkap berbahasa Melayu.
- Terjemahan Hadits Arba’in karya Imam Al-Nawawi, ditulis atas permintaan Sultanah Zakiyyatuddin.
- Mawa’iz al-Badî’, berisi sejumlah nasihat penting dalam pembinaan akhlak.
- Tanbih al-Masyi, merupakan naskah tasawuf yang memuat pengajaran tentang martabat tujuh.
- Kifayat al-Muhtajin ilâ Masyrah al-Muwahhidin al-Qâilin bi Wahdatil Wujud, memuat penjelasan tentang konsep wahdatul wujud.
- Daqâiq al-Hurf, pengajaran mengenai tasawuf dan teologi.
Wafat
Beliau meninggal dunia pada tahun 1693, dengan berusia 73 tahun. Ia dimakamkan di samping masjid yang dibangunnya di Kuala Aceh, desa Deyah Raya Kecamatan Kuala, sekitar 15 Km dari Banda Aceh. Makam Syekh Abdurrauf Singkil (Teungku Syiah Kuala) kini menjadi tempat objek wisata spiritual bagi para wisatawan, baik itu domestik maupun internasional. Namun ada beberapa aturan jika kita hendak kesana, yaitu :
- Bagi kaum wanita dilarang memakai celana
- Dilarang bergandengan tangan dengan yang bukan mahramnya, biar barokah gan… 😀
Untuk menuju ke Komplek Makam Syiah Kuala di desa Dayah raya Kecamatan Syiah Kuala sangat mudah. Kita bisa melewati jalur dari jalan utama Jambo Tape menuju arah jalan Lamdingin. Jalan yang ditempuh tidak banyak makan waktu lama, hanya sekitar 10-15 menit bila dari arah Sp. Surabaya.
*bagi para peziarah diharapkan tidak meminta hajat di makam Syiah Kuala, karena sesungguhnya hanya kepada Allah SWT kita meminta, dan yang patut kita sembah. wallahualam